top of page
Search
Writer's pictureAndina Syafrina

Pendekatan Rhythmanalysis dalam Memahami Fenomena Ruang Perkotaan (2)

Aplikasi Rhythmanalysis dalam Rancang kota

Koch dan Sand (2009) dalam sebuah proseding di Birmingham mencoba menerapkan analisis ritme sebagai sebuah metode merancang kota. Keunikan metode ini adalah kemampuannya menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif. Hal ini dimungkinkan karena sifat dasar ritme yang mempunyai kuantitas durasi dan kualitas momen. Ritme analisis menciptakan sebuah metode yang mampu memahami keteraturan/ ketidakteraturan dari kota yang kompleks. Sebuah relasi yang sadar dan aktif terhadap ritme menyadarkan bahwa perulangan dan relasi adalah dasar dari kehidupan, sebuah pengetahuan yang penting bagi arsitektur, rancang kota, ilmu sosial dan medis.


Memahami Data Kuantitatif lebih baik:

Studi Kasus: Departement Store di Swedia

Pada bagian ini merupakan contoh dua dari empat pendekatan Rhythmanalisis, yaitu menangkap ritme yang terjadi di lapangan dan mencoba menjadi bagian dari ritme tetapi tetap mengambil jarak untuk mengamati. Metode ini mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang data kuantitatif. Dalam penelitiannya, Koch (2007) melihat ritme yang terjadi di sebuah tempat perbelanjaan. Pengumpulan data kuantitatif yang terjadi seringkali hanya menangkap titik dimana sebuah tempat ramai dantitik dimana tempat yang sepi. Seringkali dengan hanya menangkap kuantitas dari tempat tujuan, hanya mampu

menangkap sebagian kecil dari fenomena tersebut. Dengan menggunakan analisis ritme ini peneliti bisa melihat bukan hanya kuantitas pengunjung di tempat tujuan, tetapi juga pergerakan dari pengunjung. Jadi spot yang sepi, ternyata bisa menjadi tempat yang ramai dilalui oleh pengunjung, tetapi tidak ada attractor yang membuat pengunjung untuk berhenti disitu. Jadi metode ini memungkinkan untuk melihat sebuah fenomena yang terjadi lebih lengkap.


Gambar 3. Diagram Rhythmanalisis

Sumber: Koch, 2007


Meningkatkan kualitas ritme perkotaan (1):

Studi kasus: penelitian RIT di bagian kota Stockholm

Pada bagian ini merupakan contoh dua dari empat pendekatan RhythmanalYsis, yaitu memproduksi dan mengkombinasi ritme; dan merubah atau memotong ritme. Metode ini dapat meningkatkan kualitas ruang-ruang yang tidak terdefinisi. Koch dan Sand (2009) mengatakan bahwa bukan ritme itu sendiri yang bisa mengaktifkan ruang-ruang tersebut, tapi transformasi dari ritme. Transformasi dari ritme dapat dilakukan dengan mengganggu ritme yang sudah ada dengan cara memberikan ritme baru dengan dimensi yang berbeda.


Gambar 4. Instalasi Seni yang Mencoba Menerapkan Metode Rhythmanalisis

Sumber: Koch & Sand, 2009


Contoh kasus pada dua pendekatan iniyaitu kelompok seniman melakukan gerakan sirkular untuk memperlihatkan ada ruang-ruang di bawah jembatan yang sebelumnya terabaikan. Selain itu ada kelompok artis yang memanfaatkan jalan sebagai tempat instalasi, hal itu mengganggu ritme linier di jalan tersebut dengan atraksi seni. Akhirnya muncul ruang-ruang dalam jalan tersebut yang semula terabaikan menjadi spot-spot baru yang menarik. Ruang, dimensi temporer dan teoritis dari ruang-ruang tersebut bisa di deteksi dan di aktivasi menggunakan analisis ritme.Jadi dengan strategi-strategi diatas, fokus utama dalam mengembangkan analisis ritme adalah menganalisa lahan dimana ritme ini muncul dan terbentuk sebagai bentuk kompleks dari kombinasi kegiatan sehari-hari dan penciptaan makna ditempat tersebut.

Meningkatkan kualitas ritme perkotaan (2):

Studi kasus: pusat kota Cuijk

Sudi kasus lain yang menggambarkan empat pendekatanRhythmanalisisyaitu ‘menghidupkan’ kembali kualitas ruang perkotaan yang ‘hampir mati’ di pusat kota Cuijk, Belanda. Beberapa dekade belakangan ini pusat kota Belanda yang menjadi jantung kota semakin ditinggalkan oleh masyarakat, toko-toko di perkotaan banyak tutup dan bangkrut karena banyak orang beralih ke toko online. Beberapa metode telah dilakukan oleh pemerintah setempat untuk menghidupkan kembali pusat kota tersebut salah satunya membuat perencanaan kota yang kompak, namun metode ini gagal karena hanya pengusaha tertentu (besar) yang mampu memiliki toko di area tersebut(Tomesen, 2015).


Gambar 5: Suasana Ruang Perkotaan yang Sepi di Pusat Kota Cuijk

Sumber: Tomesen, 2015


Ritme analisis sebagai salah satu metode analisis untuk membantu menghidupkan kembali dan menjaga pusat kota agar hidup dan bertahan di masa depan melalui proses restrukturisasi dengan melihat karakteristik sosial dan lokal di kota tersebut. Melalui pendekatan kualitatif dan berfokus dengan mempelajari kehidupan sehari-hari di pusat kota. Dalam penelitian ini, Irama diasumsikan sebagai kehidupan sehari-hari di ruang kota yang terpengaruh Ritme Kapitalis dan Ritme Tradisional. Ritme Kapitalis digambarkan sebagai pengaruh dengan proses yang cepat, kapitalis dan berorientasi/ digerakkan oleh kekuatan uang. Ritme Tradisional digambarkan sebagai proses yang lambat, bersifat lokal dan tradisional.



Gambar 6.Model Teoritik Analisis Ritme di Pusat Kota Cuijk

Sumber: Tomesen, 2015

Tabel 1. Two ideal types of cities


Hasil analisis memunculkan strategi untuk menghadapi pengaruh irama kapitalis dan irama tradisional dengan irama kehidupan sehari-hari. Keduanya memiliki pengaruh besar pada ruang kota dan ritme kehidupan sehari-hari yang terjadi di dalam ruang kota. Irama kapitalis mulai berlaku ketika ada fungsi di pusat kota. Kondisi ini sering terjadi pada pertokoan dengan sistem penjualan cepat, area yang tidak menarik dan terpencil. Maka, untuk meningkatkan jumlah pelanggan, beberapa solusi ditetapkan, yaitu: perubahan rute belanja,perencanaan tempat parkir, dan meningkatkan jumlah event ketika berbelanja ataupun di pusat perbelanjaan(Tomesen, 2015).


Pengaruh Irama tradisional di pusat kota dicirikan oleh karaktersitik lokal Kota Cuijk. Pengusaha lokal dapat memperoleh keuntungan dari ekonomi lokal yaitu dengan memasarkan produk-produk lokal dan membuat tampilan produk ataupun tempat berciri khas lokal. Ritme tradisional juga melihat kota sebagai ‘tempat tinggal’ bukan tempat untuk membeli. Banyak pembeli mengeluhkan sulitnya infrastruktur dan lalu lintas. Mereka cenderung ingin tempat yang walkable dan berdekatan antar satu fungsi dengan fungsi lainnya. Strategi lainnya yaitu dengan mengubah konsep konsumen yang berbelanja bukan hanya fokus pada belanjanya saja tapi juga pada estetika tempat, suasana, rekreasi sehingga mereka dapat menghabiskan waktu di tempat belanja tersebut (yang mana dengan cara ini akan mendorong konsumen untuk lebih banyak berbelanja). Selain itu perencanaan ini juga mengarahkan konsumen berjalan keuar dari pusat kota dengan membangun atau menumbuhkan estetika tempat, suasana, keunikan kota sehingga bisa dijelajahi. Dua ritme ini diharapkan dapat menyeimbangkan ritme diperkotaan, bukan hanya ritme kapitalis (kepentingan ekonomi) namun juga ritme tradisional (konteks suatu tempat).


Peluang Rhythmanalisis di Indonesia

Di Indonesia Rhythmsanalysis dapat digunakan untuk melihat, mendeteksi dan menganalisis ruang kota yang kadang terabaikan, seperti di bawah jembatan, pedestrian yang sudah tidak berfungsi karena matinya fungsi bangunan, dan sebagainya. Ruang-ruang seperti ini kerap dirasakan sebagai ritme yang terganggu/ terabaikan.

Gambar 7. Ruang di Bawah Jembatan yang Kadang Terabaikan

Sumber: Sandida, 2015

Untuk mengintervensi ruang-ruang seperti ini, diusulkan untuk memberikan intervensi ritme yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas ritme yang sudah ada, dan ruang ini menjadi tidak terabaikan lagi. Dalam beberapa penelitian sebelumnya, baik Lefebvre maupun beberapa peneliti berikutnya mengusulkan intervensi seni sebagai hal yang paling baik untuk meningkatkan kualitas ritme yang ada. Di Indonesia, seni bukan bagian kehidupan sehari-hari yang bisa menjadi sebuah ritme khusus di dalam kehidupan kota. Berbeda dengan dua contoh sebelumnya, mungkin hal lain perlu dipikirkan sebagai sarana yang lebih kontekstual di Indonesia untuk menghadirkan intervensi positif terhadap ritme kota. Hal-hal yang lebih bersifat komunitas seperti hobi, olahraga mungkin lebih bisa diterapkan di Indonesia.


Selain intervensi mikro diatas, hal makro seperti perubahan fungsi lahan, arus lalu lintas dan kebijakan juga berpotensi diterapkan. Salah satu studi kasus yang bisa dilihat di Indonesia, yaitu fenomena car free dayyang mencoba memberikan intervensi terhadap ritme eurhythmic di jalan perkotaan. Dalam keseharian, infrastruktur hanya dipakai sebagai jalur transportasi kendaraan. Ritme setiap hari siang dan malam, serta jam macet maupun lengang mempunyai ritme linier dan cyclical yang sama sebagai ruang kendaraan yang sepi dan ramai pada jam-jam tertentu, serta ruang dengan ukuran yang sama dengan setiap harinya dilalui kendaraan. Ritme yang terjadi pada jalanan di perkotaan tersebut cenderung sama setiap hari.


Gambar 8. Car Free Day di Kota Bandung sebagai Intervensi ritme eurhythmic

Sumber: Wae, 2013

Car Free Day (CFD) dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk “produksi ruang” baru di ruang jalur transportasi kendaraan yang dilakukan setiap minggu pagi dengan durasi waktu yang telah ditentukan. Kemunculan ruang temporer yang berlangsung dalam waktu tertentu dan aktivitas di CFDini mampu mengubah ritme keseharian jalan raya yang dapat mempengaruhi ritme-ritme yang lain. Dampaknya, kendaraan bermotor harus mencari jalan lain sampai CFD di jalan yang steril kendaraan selesai, aktivitas di ruang temporer itu bukan aktivitas yang secara ritme sama setiap harinya dan fungsi yang sama sebagai jalan raya. CFD mengubah dan memotong ritme yang sudah berjalan kesehariannya. Intervensi ini tentu juga membawa dampak yang tidak biasa bagi penggunanya, bahkan kemudian CFD ini menjadi masuk dalam ritme cyclical yang dilakukan setiap minggu pagi rutin di beberapa kota besar seperti Bandung, Jakarta, Semarang, dan lain-lain.


Kesimpulan

Analisis ritme merupakan sebuah metode yang mencoba melihat fenomena sebagai jalinan realitas yang kompleks, dan mencoba memahami kekompleksitasannya alih-alih mereduksinya menjadi data kuantitatif saja. Beberapa peneliti menyebut fenomena-fenomena itu sebagai ruang negosiasi, sebagai sesuatu yang fluid (mengalir) dan tidak pasti sehingga harus dilakukan intervensi untuk melihat fenomena tersebut. Jadi hubungan tempat dan identitasnya tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang sudah baku dan deterministik, tetapi fluid (mengalir), namun relevan dan kuat. Metode ini unik karena melibatkan diri sebagai alat menganalisis, tetapi sang peneliti harus mengambil jarak terhadap fenomena yang dia teliti. Sehingga beberapa orang menggolongkan metode ini kedalam fenomenologi dan ada yang tidak.

Selain hal-hal diatas, ada beberapa hal yang juga bisa menjadi pertimbangkan dalam menerapkan metode ini sebagai alat analisis di dalam ruang perkotaan. Karena metode ini menggunakan tubuh peneliti sebagai media analisis, kemampuan personal dan kepekaan dalam memahami ritme sangat menentukan keberhasilan metode ini. Karenanya metode ini sangat subjektif dan berpotensi bias dalam menilai keberhasilan analisis. Selain itu sifatnya eksperimental sehingga tidak menjanjikan sebuah solusi yang instan terhadap masalah di ruang perkotaan. Sifat ini muncul karena metode ini memandang fenomena di ruang publik sebagai realita yang kompleks, sebuah ruang negosiasi, dimana sebuah solusi diberikan untuk di negosiasikan, mengalami penerimaan dan penolakan sebagai bagian dalam membentuk indentitas dan tempat. Meskipun disatu sisi memberikan sifat bias, disisi lain metode ini memberikan potensi keragaman cara menghuni dan menggunakan ruang-ruang perkotaan dari sudut pandang dan rentang waktu yang berbeda.

Untuk kedepannya diperlukan pengembangan metode ke dalam pencatatan ritme yang ada sehingga metode ini menjadi lebih feasible untuk dilakukan. Metode ini dipercaya mampu meningkatkan pemahaman kita tentang ruang-ruang di alam semesta baik di perkotaan, pedesaan maupun ruang dalam sebagai jalinan yang kompleks dari berbagai macam ritme yang tertenun antara ruang, aktivitas dan orang didalamnya


Referensi

Elden, S. 2004. Understanding Henri Lefebvre: Theory and Possible. London, New York: Continuum.

Hall, T. 2009. What is Rhytmanalysis. Retrieved from: eprints.ncrm.ac.uk/373/1/rhythmanalysis_2.ppt, diakses pada tanggal 10 Mei 2018.

Horton, D. (2005). Book Review: Henri Lefebvre, Rhythmanalysis:Space, Time and Everyday Life. Time & Society, 14, (pp. 156-159).

Koch, D. 2007. Structuring Fashion: Departement Stores as Situating Spatial Practice. PhD Dissertation. Royal Institute of Technology, School of Architecture. Retrieved from: http://www.diva-portal.org/smash/record.jsf?pid=diva2%3A11792&dswid=9744, diakses pada tanggal 10 Mei 2018.

Koch, D., & Sand, M. (2009). Rhythmanalysis – Rhythm as Mode, Methods and Theory for Analysing Urban Complexity. Urban Design Research: Method and Application (pp. 61-72). Birmingham: BCU publication.

Lefebvre, H. 2004. Rhytmanalysis, Space, Time and Everyday Life. London, New York: Continuum. (Translated by Stuart Elden and Gerald Moore).

Sandida, Putri. 2015. Taman-Taman di Kota Bandung. Retrieved from: http://putrisandida.blogspot.com/2015/03/taman-taman-di-kota-bandung.html, diakses pada tanggal 28 Mei 2018.

Tomesen, S. 2015. The City Centre of Cuijk: a Rhytmanalysis. Master Thesis. Radboud University Nijmegen, Human Geography. Retrieved from: http://theses.ubn.ru.nl/handle/123456789/3961, diakses pada tanggal, 10 Mei 2018.

Vojcic, A. (2014). Henri Lefebvre and Elements of Rhythmanalysis. Theoria, 21, (pp. 71-103).

Wae, K, U. 2013. Car Free Day Dago. Retrieved from: http://www.bandungview.info/2013/10/car-free-day-dago.html, diakses pada tanggal 10 Mei 2018.

Wunderlich, F. M. (n.d). Symphonies of Urban Places: Urban Rhythms as Traces of Time in Space A Study of ‘Urban Rhythms’. Symphonies of Urban Places, (pp. 91-111).

28 views0 comments

Recent Posts

See All

Bình luận


bottom of page